Senin, 17 Maret 2014

Janji Menjadi Pasangan Suami Istri Seumur Hidup

Salah satu janji yang diucapkan sebagian suami istri adalah janji untuk menjadi pasangan sehidup semati. Sang suami berpesan, jika dia mati lebih dulu, istri tidak boleh menikah lagi sampai menyusul suaminya. Sebaliknya, istri juga berpesan, jika dia mati lebih dulu, suami tidak boleh nikah lagi hingga dia menyusul istri. Bahkan semacam ini tidak hanya menjadi janji, tapi menjadi syarat nikah.

Bagaimana tinjauan hukumnya?

Pertama, Allah tegaskan dalam Al-Quran bahwa haram bagi kaum muslimin, untuk menikahi para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam setelah beliau meninggal.

وَمَا كَانَ لَكُمْ أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ أَبَدًا إِنَّ ذَلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا

”Kalian tidak boleh menyakiti perasaan Rasulullah, dan janganlah kalian menikahi istri-istrinya, setelah dia meninggal, selamanya. Sesungguhnya pernikahan semacam ini adalah masalah besar di sisi Allah.” (QS. Al-Ahzab: 53).



Diantara hikmah larangan menikahi para istri Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, karena istri beliau di dunia adalah istri beliau di akhirat. Menikahi istri beliau termasuk pelanggaran besar terhadap hak beliau.

Ulama sepakat bahwa aturan ini hanya khusus untuk para istri Rasulullah shallallahu ’alaih wa sallam. Sedangkan selain beliau, tidak bisa dianalogikan dengan Nabi shallallahu ’alaih wa sallam. Meskipun di masa silam, sebagian tabiin tidak bersedia menikahi para istri sahabat senior yang telah meninggal, dalam rangka memuliakan mereka, dan mengenang jasa besar mereka terhadap islam. Para tabiin menganggap sahabat senior sebagaimana bapak mereka, dan tidak diperbolehkan menikahi wanita yang telah dinikahi oleh bapak. (Fatawa al-Azhar, Athiyah Shaqr, 9/443).

Akan tetapi semacam ini tidak boleh dijadikan syarat dalam nikah. Dimana suami membuat kesepakatan dengan istrinya, siapapun yang ditinggal mati, dia tidak boleh menikah hingga menyusul kematian pasangannya. Syarat semacam ini tidak diperkenankan, karena bertentangan dengan anjuran untuk menikah dalam islam.

وَأَنْكِحُوا الْأَيَامَى مِنْكُمْ وَالصَّالِحِينَ مِنْ عِبَادِكُمْ وَإِمَائِكُمْ

”Nikahkanlah orang-orang yang sendirian diantara kalian, dan budak lelaki serta budak wanita yang sholeh.” (QS. An-Nur: 32).

Sehingga, ketika ada pasangan suami istri yang membuat kesepakatan di atas, maka kesepakatan ini tidak berlaku.

Diriwayatkan bahwa Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam pernah melamar Ummu Mubasyir. Namun beliau menolak, dan beralasan,

إن زوجى شرطت له ألا أتزوج بعده

”Sesungguhnya suamiku, aku telah bersepakat dengannya, bahwa aku tidak akan menikah setelah dia meninggal.”

Lalu Nabi shallallahu ’alaihi wa sallam menjawab,

إن هذا لا يصلح

”Syarat semacam ini tidak berlaku.”

(Zadul Mi’ad jilid 4, hlm. 209 dan At-Targhib jilid 3, hlm. 144).

Kemudian, Umar bin Abdul Aziz juga pernah menikahi Ummu Hisyam bintu Abdullah bin Umar, yang dia pernah bersumpah kepada suaminya, Abdurrahman bin Suhail, dirinya tidak akan menikah setelah ditinggal mati suaminya, sebagaimana yang pernah dipesankan oleh suaminya, karena cintanya sang suami kepada istrinya. [A’lam an-Nisa, Amr Kahalah. Dinukil dari Fatawa Azhar, Athiyah Shaqr, 9/443]

Hanya saja, para ulama menagaskan bahwa lelaki duda atau wanita janda, boleh saja berkomitmen untuk tidak menikah hingga menyusul pasangannya. Yang tidak boleh adalah menjadikan komitmen ini sebagai syarat dalam pernikahan.

Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bahkan menjanjikan kedudukan yang tinggi di surga bagi janda yang bersabar mendidik anaknya, hingga anaknya dewasa.

Dari Auf bin Malik al-Asyja’i, Rasulullah shallallahu ’alaihi wa sallam bersabda,

أَنَا وَامْرَأَةٌ سَفْعَاءُ الْخَدَّيْنِ كَهَاتَيْنِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ ” وَجَمَعَ بَيْنَ أُصْبُعَيْهِ السَّبَّابَةِ وَالْوُسْطَى ” امْرَأَةٌ ذَاتُ مَنْصِبٍ وَجَمَالٍ آمَتْ مِنْ زَوْجِهَا، حَبَسَتْ نَفْسَهَا عَلَى أَيْتَامِهَا حَتَّى بَانُوا أَوْ مَاتُوا

”Saya dan wanita yang pipinya kotor seperti ini di surga.” beliau berisyarat dengan jari telunjuk dan jari tengah. ”wanita yang memiliki kedudukan dan kecantikan, yang ditinggal mati suaminya, dia tidak menikah karena merawat yatimnya, hingga mereka mandiri atau mereka mati.” (HR. Ahmad 24006, Abu Daud 5149. Hadis ini dinilai dhaif oleh Syuaib al-Arnauth).

Allahu a’lam

***
Muslimah.Or.Id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar